BERITA JAKARTA, www.jejakkasus.info- Organisasi
masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai Presidium Forum Studi Pembangunan
(Fospem) melaporkan terjadinya dugaan tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan
Rumah Susun Sewa (Rusunawa) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu mengemuka dari kedatangan sejumlah pihak dari
Presidium Fospem ke kantor KPK, Jakarta, Selasa (23/9/2014) siang.Ketua Fospem, Akbar Rahmatullah saat ditemui wartawan
menyatakan, sejatinya maksud dari pembangunan proyek Rusunawa tersebut sangat bagus. Akan tetapi
sayangnya mencut dugaan korupsi hingga kolusi dan nepotisme.
Alhasil,
kata Akbar, penempatan Rusunawa salah
sasaran. Dia mencontohkan hal itu dari pembangunan pondok pesantren (ponpes)
yang jumlah santrinya
tidak
memenuhi standar minimal, tapi mendapatkan rusunawa.
Dugaan itu diperkuat
dengan data Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).
"Temuan
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), mekanisme
pelaksanaan lelang proyek rusunawa pada tahun 2013 diduga bertentangan dengan
Perpres No. 54 Tahun 2010 Pasal 24 dan imbauan Menteri BUMN, Dahlan Iskan ke
Perusahaan milik pemerintah," kata Akbar.
Tak
ayal hal tersebut mencuat akibat adanya dugaan kolusi atau kongkalikong dengan
seseorang yang disebut-sebut orang dekat Menteri Perumahan Rakyat (Menpera),
Djan Faridz. Meski begitu, Akbar menolak mengungkapkan pihak yang disebut-sebut
orang dekat Djan Faridz itu.
Lebih
jauh Akbar mengungkap data lain menyangkut proyek tahun 2013. Dimana dilakukan
penggabungan terkait pembangunan Rusunawa satu
dan dua beserta angka nilai uang Proyek Rp.44,69.000.000.000 (Empat puluh empat
komah enam puluh Sembilan), Miliar dan Rp.98,51.000.000.000 (Sembilan puluh
delapan komah lima puluh satu) miliar. Sementara tentang masalah yang
menyangkut wilayah 3 dan 4 nilai Proyeknya mencapai Rp.53,71.000.000.000 (Lima
puluh tiga komah tujuh puluh satu) miliar dan Rp.72,82.000.000.000 (Tujuh puluh
dua komah delalan puluh dua) miliar.
Kendati
begitu diduga terjadi kolusi menyangkut pelaksanaan penggabungan antara wilayah
satu dengan yang lain. Disisi lain, sistem penyatuan tersebut ditengarai guna
mengarahkan pemenang dari pihak BUMN.
"Karena
tidak banyak kompetitor, maka pembagian fee kepada orang dekat Djan Faridzlebih
mudah," tutur Akbar.
Selain
itu, Akbar juga menyebut terjadinya penyimpangan seperti dalam pengajuan
tertulis Ponpes Bustanul Ulum, Desa Jrengoan Sampang, Madura. Namun
kenyataannya dibangun di lokasi Ponpes lain.
KPK
sendiri disebut Akbar sudah menerima laporan pihaknya. KPK akan segera memberi
informasi tentang perkembangan telaah dugaan korupsi tersebut.(IK).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar