JEJAK KASUS, WONOSOBO - Komoditas kayu sampai sekarang masih menjadi primadona di Wonosobo, sebagai kota penghasil kerajinan kayu. Ini dilihat dari banyaknya pabrik pengolahan kayu dan bermunculannya depo-depo penggergajian kayu.
Sayangnya, hal itu tidak diimbangi kesadaran para pengusaha kayu dalam membuang limbah yang dihasilkan dari kegiatan pabrik pengolahan kayu. Selama ini, limbah hasil industry kayu tidak dikelola dengan optimal.
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Wonosobo menghimbau agar para pengusaha kayu ikut peduli terhadap limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri ini terutama limbah cairnya. Karena bila ditangani tidak serius akan berpotensi merusak pertanian dan perikanan di sekitarnya.
"Yang harus diperhatikan oleh pengusaha industri kayu adalah memperhatikan limbah cairnya. Karena pada proses pengolahan kayu melibatkan bahan-bahan kimia berbahaya, sehingga tidak boleh langsung dibuang ke sungai. Selain itu, proses itu juga menghasilkan air panas yang tentunya perlu didinginkan terlebih dahulu, agar tidak merusak ekosistem," jelas Edi Susiono, Kepala Bidang Pengawasan Pencemaran Lingkungan kepada Jejak Kasus.
Menurutnya, dalam penanganan limbah ini mengacu kepada Undang-undang nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 16 ayat 1 bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/usaha kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. Dan Perda Jateng No 5 tahun 2012 tentang standar baku limbah industri.
"Agar memenuhi standar tersebut perlu uji laboratorium. Di Wonosobo masih banyak pelaku usaha yang tidak memahami ketentuan tersebut, sehingga tidak dilakukan uji laboraturium. Padahal limbah yang dihasilkan dari kegiatan mereka dapat dikategorikan sebagai limbah B3 yaitu limbah yang Berbau, Berwarna, dan Berbahaya," terangnya.
Keadaan ini diperparah dengan belum ada laboraturium untuk mengecek standar limbah cair di BLH Kabupaten Wonosobo. "Untuk mempunyai laboraturium yang standar harus melalui tahapan-tahapan tertentu seperti sertifikasi, akreditasi dan regristrasi dari Kementrian Lingkungan Hidup yang belum mampu dipenuhi oleh BLH Kabupaten Wonosobo," katanya.
Edi mengaku pernah ada laporan warga terkait gangguan pencemaran asap dari salah satu pabrik, akibat rendahnya cerobong pabrik. Sehingga pihaknya melayangkan surat teguran kepada pabrik tersebut untuk meninggikan sesuai standar cerobong asap agar tidak mengganggu lingkungan warga sekitar. (maliandra anji)
Sayangnya, hal itu tidak diimbangi kesadaran para pengusaha kayu dalam membuang limbah yang dihasilkan dari kegiatan pabrik pengolahan kayu. Selama ini, limbah hasil industry kayu tidak dikelola dengan optimal.
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Wonosobo menghimbau agar para pengusaha kayu ikut peduli terhadap limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri ini terutama limbah cairnya. Karena bila ditangani tidak serius akan berpotensi merusak pertanian dan perikanan di sekitarnya.
"Yang harus diperhatikan oleh pengusaha industri kayu adalah memperhatikan limbah cairnya. Karena pada proses pengolahan kayu melibatkan bahan-bahan kimia berbahaya, sehingga tidak boleh langsung dibuang ke sungai. Selain itu, proses itu juga menghasilkan air panas yang tentunya perlu didinginkan terlebih dahulu, agar tidak merusak ekosistem," jelas Edi Susiono, Kepala Bidang Pengawasan Pencemaran Lingkungan kepada Jejak Kasus.
Menurutnya, dalam penanganan limbah ini mengacu kepada Undang-undang nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 16 ayat 1 bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/usaha kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. Dan Perda Jateng No 5 tahun 2012 tentang standar baku limbah industri.
"Agar memenuhi standar tersebut perlu uji laboratorium. Di Wonosobo masih banyak pelaku usaha yang tidak memahami ketentuan tersebut, sehingga tidak dilakukan uji laboraturium. Padahal limbah yang dihasilkan dari kegiatan mereka dapat dikategorikan sebagai limbah B3 yaitu limbah yang Berbau, Berwarna, dan Berbahaya," terangnya.
Keadaan ini diperparah dengan belum ada laboraturium untuk mengecek standar limbah cair di BLH Kabupaten Wonosobo. "Untuk mempunyai laboraturium yang standar harus melalui tahapan-tahapan tertentu seperti sertifikasi, akreditasi dan regristrasi dari Kementrian Lingkungan Hidup yang belum mampu dipenuhi oleh BLH Kabupaten Wonosobo," katanya.
Edi mengaku pernah ada laporan warga terkait gangguan pencemaran asap dari salah satu pabrik, akibat rendahnya cerobong pabrik. Sehingga pihaknya melayangkan surat teguran kepada pabrik tersebut untuk meninggikan sesuai standar cerobong asap agar tidak mengganggu lingkungan warga sekitar. (maliandra anji)
Penanggung Jawab: PT. PRIA SAKTI PERKASA, No: AHU-13286.40.10.2014, Berita Hukum & Kriminal Harian Jejak Kasus: untuk mengetahui isi Berita Harian Jejak Kasus, khusus menyikapi berita Tindak Pidana/ atau Kriminal Khusus (Krimsus), baik Penyimpangan Hukum/ APBD/ APBN, Pemalsuan Merek, DLL, silahkan klik di sini, www.jejakkasus.info untuk mengetahui isi berita Hukum dan Kriminal, . Sekretariat: Jalan raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, Jatim. Kontak: 082141523999' semoga bermanfaat untuk pembaca setia jejak kasus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar